Skandal Pajak Gayus bisa menjadi momentum untuk mempercepat regenerasi Polri dan mengaji ulang reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan.
JAKARTA – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mesti mempercepat regenerasi di tubuh Polri. Pasalnya, perwira tinggi polri yang ada saat ini dikhawatirkan telah memiliki jaringan makelar kasus (markus) yang luas dan mengakar.
Indikasi ini bisa terlihat dari potensi keterlibatan sejumlah perwira polisi dalam skandal penggelapan pajak sebesar 28 miliar rupiah yang dilakukan jaringan Gayus HP Tambunan.
”Memang dibutuhkan political will dari Presiden untuk melakukan, katakanlah, pemotongan satu generasi di tubuh kepolisian,” kata peneliti hukum dari Lembaga Kemitraan Henry Siahaan saat dihubungi di Jakarta, Jumat (2/4).
Henry menilai momentum percepatan tepat dilakukan, apalagi menjelang berakhirnya masa kepemimpinan Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri pada Oktober nanti.
”Rata-rata level jenderal bintang satu saat ini diperkirakan banyak yang memiliki jaringan markus sendiri-sendiri,” kata dia.
Memotong satu generasi, kata Henry, setidaknya memiliki dua keuntungan. Pertama, memberi kesempatan perwira muda yang berprestasi, relatif masih bersih, dan belum memiliki jaringan mafia hukum yang terlalu luas.
Kedua, relasi senioritas antara jenderal polisi yang ada saat ini bisa dipangkas. ”Tren saat ini, di tubuh TNI juga terjadi percepatan regenerasi.
Kepolisian mestinya juga melakukan hal yang sama,” kata dia. Staf pengajar Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Bambang Widodo Umar, menambahkan mencuatnya kasus Gayus harus dijadikan momentum membersihkan praktik markus di tingkat Polda.
“Kapolri perlu mengingatkan dan memerintahkan para Kapolda ikut aktif membongkar markus di kesatuannya,” kata Bambang.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia, Boyamin Saiman, mendesak Menteri Keuangan (Menkeu) segera mencopot Direktur Jenderal (Dirjen Pajak) Mochamad Tjiptardjo karena dianggap lalai mengawasi anak buahnya.
Ia menambahkan bila hasil pemeriksaan Tim Independen Mabes Polri menemukan indikasi tindak pidana yang melibatkan Dirjen Pajak, maka yang bersangkutan wajib mempertanggungjawabkannya di muka hukum. Mantan Kabareskrim Mabes Polri Komjen Susno Duadji juga mengemukakan hal senada.
”Gayus itu hanya penerima berkas, di atasnya ada kasubsi, ada kasi, lalu kepala bagian, direktur, lalu Dirjen Pajak dan Menkeu,” kata Susno.
Menurut dia, pengambil kebijakan kasus pajak berada pada orang kedua dari atas atau Dirjen Pajak sehingga dialah yang bertanggung jawab. Menanggapi hal itu, Tjiptardjo menyatakan siap diberhentikan.
“Apakah saya akan diberhentikan sekarang pun saya siap, sujud syukur. Saya sebagai prajurit tunduk pada pimpinan,” katanya.
Edmon Dicopot Sementara itu, Mabes Polri, Jumat, mencopot Brigjen Edmon Ilyas dari jabatannya sebagai Kapolda Lampung.
Edmon lalu ditarik menjadi perwira tinggi Mabes Polri guna memperlancar penyidikan dan pemeriksaan terhadap dirinya.
Seperti diketahui, Edmon, saat penyidikan kasus Gayus menjabat Direktur II Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, telah diperiksa Divisi Propam Mabes Polri dan ditetapkan sebagai terperiksa karena dianggap bertanggung jawab atas perbuatan bawahannya saat menyidik kasus pencucian uang 28 miliar rupiah itu.
Menurut Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Edward Aritonang, mereka dimutasi untuk memperlancar jalannya penyidikan yang saat ini dilakukan tiga tim bentukan Mabes.
”Ada Tim Propam yang melihat pelanggaran kode etik profesi, lalu ada yang menelusuri dugaan adanya makelar kasus, dan ada juga tim yg menindaklanjuti berkas perkara yang belum tuntas dalam penanganan kasus Gayus dalam periode pertama,” kata Edward.
Edward mengungkapkan dari hasil pemeriksaan diketahui pengacara Gayus, Haposan Hutagalung, mengatur sampai pada pembagian uang.
“Dia mengatur mulai dari penyidik sampai ke pengadilan, itu keterangannya,” kata Edward. Staf Ahli Kapolri Kastorius Sinaga menilai mutasi Edmon bisa diartikan yang bersangkutan sudah melanggar kode etik. Demikian juga dengan kasus mantan Susno.
“Bila dalam pemeriksaan selanjutnya ditemukan dia (Susno) menerima uang juga, maka dapat dipidanakan. Karena itu kita tunggu saja sidang Propam,” kata Kastorius. (eko/ito/din/ags/RP)
Koran Jakarta
Umum | BERITA UTAMA UMUM
Sabtu, 03 April 2010
http://www.berpolitik.com
0 Comments:
Posting Komentar